Meski baru dibentuk, peranan Asosiasi Konsultan Keuangan Syari'ah Indonesia (AKKSI) dalam mendorong pertumbuhan aktifitas ekonomi syari'ah sangat terasa. Lebih-lebih, kondisi keuangan perbankan konvensional saat ini mudah 'goyah' diterpa krisis moneter. Sehingga, keamanan dana nasabah kurang terjamin.
KRISIS moneter global yang melanda hampir seluruh perbankan konvensional saat ini, menyadarkan kita untuk mencari dan memilih alternatif aktifitas ekonomi yang halal dan aman. Sehingga, dana nasabah yang tersimpan di bank terjamin.
"Memang, bank konvensional lebih dikenal luas oleh masyarakat. Sehingga, dibutuhkan waktu untuk mengubah image bank konvensional yang sudah lama mengakar di tengah-tengah masyarakat," ujar Ketua AKKSI Cabang Malang, Ach. Mohyi.
Mantan Pembantu Dekan I FE UMM ini menjelaskan, manajemen bank syari'ah tidak akan pernah 'goyah' oleh terpaan krisis moneter global. Sebab, pembagian keuntungannya menggunakan prinsip bagi hasil atau mudharobah dengan mengedepankan kejujuran.
"Alhamdulillah, sekarang penilaian masyarakat terhadap bank syari'ah terus meningkat. Bahkan, di Jakarta sebagian nasabahnya adalah masyarakat non-muslim. Ini membuktikan bahwa aktifitas ekonomi syari'ah bisa diterima oleh semua kalangan," jelas putra pasangan (alm) Madura - (almh) Na'imah ini.
Staf Ahli Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) UMM ini mengakui, sosialisasi aktifitas ekonomi syari'ah kepada masyarakat luas masih belum maksimal. Sehingga, mereka kurang begitu akrab dan mengetahui lebih jauh tentang keuntungan dan kemaslahatan ekonomi syari'ah.
Pembukaan kantor cabang bank syari'ah baru di daerah terpencil yang masih terbatas, membuat masyarakat semakin sulit mengubah image bank konvensional yang sudah lama mengakar. Padahal, keamanan dana nasabah lebih terjamin. Biaya administrasinya juga jauh lebih murah dibanding bank konvensional.
Menurut bapak tiga anak kelahiran Sampang 7 Februari 1966 ini, prinsip utama bank syari'ah adalah beraktifitas ekonomi secara halal. Prinsip tersebut perlu ditanamkan kepada masyarakat Madura, yang selama ini dikenal sebagai masyarakat yang sangat agamis dan religius.
"Yang menarik, keberadaan bank syari'ah di Provinsi Bali justru berkembang pesat. Omzetnya juga terus meningkat. Ini membuktikan bahwa ekonomi syari'ah bisa diterima oleh nasabah non-muslim," terang dosen teladan Kopertis Wilayah VII Jawa Timur tahun 2007 ini.
Mohyi optimistis, prospek ekonomi syari'ah pasca beroperasinya Jembatan Suramadu akan meningkat. Kultur masyarakat Madura yang religius, merupakan modal awal yang sangat mendukung.
Selain dikenal islami, masyarakat Madura dikenal suka menabung. Khususnya, sebagai bekal untuk menunaikan ibadah haji. "Kalau menabung untuk bekal ibadah, tentu cara-cara yang ditempuh harus halal dan sesuai dengan syariat Islam," ingat staf ahli Badan Kendali Mutu Akademik (BKMA) UMM ini.
Menyongsong beroperasinya jembatan Suramadu, pengembangkan SDM di Madura harus digarap secara serius. Sebab, selama ini, banyak orang-orang Madura yang SDM-nya bagus, memilih mengembangkan diri dan meniti karier di luar Madura.
Karena itu, dia berharap agar tokoh-tokoh Madura yang sukses meniti karier di luar Madura, bisa memberikan kontribusi pemikiran. Khususnya, mendorong terjadinya perubahan yang positif. "Sehingga, diharapkan bisa mengantisipasi kekagetan perubahan budaya, bila Madura benar-benar menjadi kawasan industri baru di Jawa Timur," harap suami Elok Maisyaroh ini. (taufiq rizqon/edi kurniadi)
dikutip dari jawapos.co.id
Ach. Mohyi, Ketua AKKSI Cabang Malang asal Sampang
3/28/2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar