Achmad Dickry Salam, Penderita Hydrocepalus yang Aktif dan Pintar

3/26/2009

TAK sulit mencari rumah Achmad Dickry Salam. Seorang bocah Kampung Bukuh, Desa Da'iring, Kecamatan Socah, yang menderita hydrocepalus. Setelah memasuki sebuah gang di Jalan Kiai Mala, beberapa orang sudah menunggu di sebuah gardu. Koran ini memang sudah komunikasi dengan pihak yang akan mengantarkan ke rumah Dickry.

Sesampai di rumah yang dituju, koran ini menunggu Dickry yang sedang bermain ke anak tetangganya yang masih kecil dan belum bersekolah. Lalu, ayah Dickry, Yeri Purwanto, 40, yang menjemur gabah hasil panennya, menjemput anak semata wayangnya itu.

Didampingi sang ibu, Kiptiyah, 45, Dickry tampak ceria di atas sebuah kursi roda. Beberapa kerabat dan tetangganya juga datang ke rumah Dickry. Tanpa dikomando, para tetangga itu meminta Dickry melakukan beberapa hal. Ternyata, di balik penyakit yang dideritanya, Dickry dikenal sebagai bocah yang cukup pintar. Sehingga, tetangga dan temannya tidak memandang Dickry yang kepalanya besar itu sebagai anak yang harus dijauhi. "Dia lucu dan pintar. Anak-anak di sini semuanya senang bermain dengan Dickry," ujar Yuni, tetangga Dickry.

Hanya, saat diminta mempraktikkan bicara bahasa Inggris, mengaji, dan membaca, Dickry terkesan malu-malu. Dia mengaku saat ini mengajinya sudah sampai pada QS: Yasin.

Dia juga sempat mengucapkan kata-kata dalam bahasa Inggris dan menyanyikan sebuah lirik lagu. "Di sini kan banyak orang pelayaran (kerja di kapal asing, Red). Untuk kata-kata bahasa Inggris dia diajari tetangganya. Kalau ngaji dan salat dia memang selalu ikut berjamaah," ujar Kiptiyah.

Saat berbincang dengan koran ini, Dickry mengaku sangat ingin sekolah. Namun, dia juga sempat mengkritik bahwa sekolah di daerahnya jangan suka pulang pagi. "Sekolah di sini katanya gurunya sering rapat. Jadi, pulangnya pagi terus," ungkapnya dengan lugu.

Kiptiyah cerita, Dickry lahir pada 17 Agustus 1999 di RSD Bangkalan. Saat persalinan Kiptiyah harus dioperasi caesar. Sebab, saat dilahirkan berat Dickry 5 kg. Saat itu memang sudah ada tanda-tanda kepala Dickry membesar.

"Tapi, saat itu dokter hanya meminta kami mengumpulkan uang terlebih dahulu. Nanti kalau sudah ada uang diminta kembali untuk dioperasi," ungkapnya.

Baru tiga bulan kemudian orangtua Dickry punya uang cukup. Lalu, Dickry dibawa ke RSU dr Soetomo Surabaya. Namun, jawaban dokter saat itu membuat keluarga Dickry tercengang. Dokter memvonis penyakit Dickry tidak dapat disembuhkan, karena terlambat dibawa ke rumah sakit.

"Kenapa baru di bawa ke sini? Seharusnya ketika baru lahir sudah diobati," ujar Kiptiyah menirukan jawaban dokter RSU Dr Soetomo Surabaya kala itu.

Setelah itu, Dickry menjalani hari-harinya dengan penyakit hydrocepalus-nya. Berat kepalanya yang kini mencapai 15 kg membuat Dickry sulit berjalan. Sejak kecil dia hanya merangkak untuk bermain dengan teman-temannya. "Baru setahun terakhir ada orang yang meminjamkan kursi roda ini. Dia sangat senang karena bisa main ke mana-mana," kata Kiptiyah.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Bangkalan dr Fachrur Rozi mengatakan, penyakit hydrocepalus karena adanya cairan yang tersumbat pada saluran syaraf di kepala. Namun, dia menampik vonis bahwa penyakit bocah pintar tersebut tidak dapat diobati.

"Masih ada harapan kok untuk diobati. Dokter ahli bedah syaraf biasanya akan membuatkan saluran alternatif untuk membuang cairan tersebut. Tapi, memang kalau di Bangkalan tidak ada dokter spesialis seperti itu," ujarnya.

Rozi mengaku segera mendatangi Dickry untuk melihat kondisinya. Dari observasi awal tersebut dinkes, akan mengambil langkah-langkah selanjutnya.

dikutip dari jawapos.co.id

Tulisan Terkait Lainnya



0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
 
Copyright © Sumenep Blog| by Susi Support