Bisnis Sahwat di Sumenep yang Masih Hidup. Di Utara Dekat Slopeng, di Selatan Genting Biru
Boleh saja aparat telah berupaya menekan penyakit masyarakat (pekat) yang satu ini. Tapi, yang namanya bisnis sahwat tetap saja ada. Berikut liputan eksklusif Tim Radar Sumenep ke kantong - kantong bisnis sahwat beberapa waktu terakhir.
MEDIO 1990 - an hingga mendekati 2000 - an, lokalisasi di sekitar wilayah Slopeng, Kec Dasuk, cukup terkenal. Bahkan, ada yang bilang sampai menjadi rujukan bisnis sahwat. Baik terkait servis para pelakunya, juga soal keamanan para pelaku saat beraktivitas.
Tak heran, jika setiap membincang lokalisasi selalu tertuju pada kawasan tersebut. Seolah - olah lelaki hidung belang tidak akan merasakan lokalisasi jika tidak ke Slopeng. Kondisi ini cukup berlangsung lama.
Namun, seiring berjalannya waktu, pergeseran mulai terjadi. Meski tidak semarak dulu, namun praktik bisnis sahwat di Slopeng masih ada. Jika dulu sedikitnya ada dua wilayah (di utara jalan dekat pantai) dan masuk ke perumahan warga, kini hanya tinggal satu yang aktif.
Sebagai wilayah yang dekat dengan Pantai Slopeng, prospek bagi PSK untuk mendapatkan konsumen di dua kecamatan itu semakin memungkinkan. Hal ini diakui seorang PSK asal Jember yang sudah berusia 38 tahun. PSK yang mengaku bernama Ririn itu mengatakan, hingga saat ini peruntungannya sebagai pemuas sahwat masih ada.
Buktinya, dalam satu hari dia bisa melayani lelaki hidung belang sampai 14 orang. Bahkan, dalam keadaan paling sepi pun dia mengaku jumlah "pemakainya" mencapai delapan orang.
PSK yang saat ini kos di Desa Semaan, Kec Dasuk, ini merupakan satu - satunya PSK yang tersisa. Dari pantauan koran ini, di rumah penampungan yang berbentuk huruf L itu terdapat empat kamar yang menghadap ke arah barat. Sementara bagian rumah yang menghadap ke arah selatan dipakai pemilik rumah.
Dari empat kamar yang berjejer itu, hanya satu kamar yang masih berpenghuni. Di salah satu kamar yang berukuran 3x3 meter itulah transaksi birahi dilakukan. "Dulu setiap kamar ada penghuninya. Tapi, sekarang hanya tinggal Ririn saja," paparnya dengan manja ketika ditanya di mana rekan seprofesinya.
Namun, bukan hal yang mudah untuk bisa menemukan PSK yang ada di dekat Pantai Slopeng. Terlebih jika wajah memang belum dikenal oleh orang - orang di lingkungan tersebut. Dari beberapa tempat sejenis yang didatangi koran ini, hanya penampungan yang berada di Desa Semaan itu yang berhasil dimasuki koran ini.
Padahal, sebelumnya, koran ini mencoba masuk ke tempat penyedia PSK di Desa Beluk Raja, Kec Ambunten, yang disinyalir masih aktif menyediakan perempuan pemuas nafsu. Namun, perempuan setengah baya yang bertindak sebagai mucikari di tempat itu mengaku PSK - nya sudah pulang semua.
"Sekarang tidak ada, pada pulang. Mungkin takut karena kemarin - kemarin sempat ada masalah. Coba saja ke timur. Nanti kalau memang tidak dapat datang lagi kesini. Biar saya telepon anak perempuan yang lain," kata perempuan berinisial MW itu.
Setelah bertanya ke beberapa orang di sekitar Pantai Slopeng, koran ini pun mendapat petunjuk untuk belok ke arah selatan jalan dan memasuki Desa Semaan. Di sanalah koran ini bertemu dengan Ririn, warga Jember, yang berbadan gemuk itu.
Ibu dari dua anak yang berusia 14 tahun (laki - laki) dan 2 tahun (perempuan) itu mengaku baru menjalani profesinya selama lima bulan. Hal itu berawal dari musibah yang menimpanya di Terminal Wiraraja Sumenep. Saat itu, cerita Ririn, dirinya kehilangan dompet dan bingung. Dalam keadaan bingung itulah datang seorang lelaki yang menawarkan bantuan. Lelaki itu adalah tukang ojek yang belakangan diketahui masih keluarga dari pemilik rumah yang saat ini menampungnya.
Saat itu dirinya dijanjikan bisa mendapatkan uang sebesar Rp 200 ribu untuk pulang ke Jember dengan bekerja selama dua minggu. Karena itulah, Ririn tertarik untuk menjalani pekerjaan tersebut. Sayang, Ririn malah terjerumus dalam bisnis birahi. Malah, dia terkesan ketagihan dengan pekerjaannya. Bahkan, belakangan, saat banyak PSK yang pulang, dirinya mengaku dalam satu hari dia bisa mengantongi uang minimal Rp 250 ribu.
"Kalau untuk tariff, bisa nego. Ada yang bayar Rp 35 ribu ada yang Rp 40 ribu sampai Rp 50 ribu. Tapi, itu kan tergantung rezeki kita Mas. Pokoknya minimal sehari bersihnya dapat Rp 250 ribu karena harus dipotong biaya kamar dan mandi," terangnya.
Setiap kali melayani tamunya, Ririn harus bayar uang kamar sebesar Rp 10 ribu pada pemilik rumah. Selain itu, setiap kali mandi, Ririn juga harus membayar uang sebesar Rp 2.000. "Jadi, kalau saya dibayar Rp 35 ribu, saya hanya kebagian Rp 23 ribu saja," tuturnya.
Salah seorang warga yang enggan namanya dikorankan saat ditemui di sekitar Pantai Slopeng mengakui jika bisnis prostitusi di wilayahnya memang masih ada. Meski tak seramai tahun - tahun sebelumnya, namun, keberadaan PSK di Slopeng masih tetap ada.
"Kalau dulu hampir setiap desa ada rumah seperti itu. Karena sering dirazia dan sering terjadi konflik antargermo, akhirnya tidak ramai lagi. Tapi, ini sifatnya musiman. Kalau sudah musimnya, biasanya PSK terang - terangan menunggu di jalan - jalan dan di tempat penampungan," ungkap pria bertubuh dekil itu.
Penelusuran koran ini, memang tidak hanya di wilayah utara saja masih ada lokalisasi. Di wilayah selatan, juga masih ada. Bahkan, riuh aktifitasnya terkesan lebih ramai. Seperti di Desa/Kec Bluto.
Tak jauh dari lapangan kecamatan, tepatnya di barat Jalan Raya Sumenep - Pamekasan, masih berdiri kokoh bangunan lokalisasi. Lelaki hidung belang biasa menyebut lokalisasi itu dengan Genting Biru. Itu merujuk pada genting rumah lokalisasi yang warnanya biru.
Setidaknya ada tiga rumah yang kini masih menampung PSK dari berbagai wilayah. Setiap hari transaksi seks bebas berlangsung tanpa sekat.
Selain di Bluto, di Kec Saronggi juga masih ada, yakni di Desa Langsar. Hanya, aktifitas bisnis sahwat di rumah milik SN itu tidak terlalu ramai belakangan ini. Itu menyusul banyaknya operasi dari aparat, terutama menjelang puasa. (fei/zid/mat)
dikutip (jawapos.co.id/ 02/11/09)
Bisnis Sahwat di Sumenep yang Masih Hidup
11/02/2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
5 komentar:
kenapa tempat-tempat seperti itu tidak d grebek oleh anggota kepolisian,padahal tempat seperti itu bisa merusak hubungan suami istri,dengan adanya tempat seperti itu dan PSK-PSK.
Ya karna enak mungkin
Hahaha hancur lebbur kocar kacir negeri indonesia kalo begini terus
Hahaha hancur lebbur kocar kacir negeri indonesia kalo begini terus
Menurutq polisi bukan gak tw kawan tp ada apa ea hehehe ea itu rahasian anggota mungkin!
Posting Komentar